Andai tinta ini mencoret lagi.

     Laci meja ini kutarik
lantas jemari lincah berkejaran
menyelongkar
merobek segala isi perut laci.

     tatkala dalam keasyikan itu
mata jemari ini tangkas menancap sang tinta
yang telah berganti purnama.

     kusimpan
tergeletak tinta itu di bawah
timbunan menggunung coretan
masih berkilau warnanya
masih tajam hunusannya
masih semerbak harum dakwatnya
masih diminta agar kutumpahkan
titisan darahnya di atas
dataran selembar putih.

     tanpa terus memerhati perjalanan jejarum masa
kutanggalkan sarung pedang
tinta keemasan
biarpun hitam, biru, merah hanya pada pandangan mata
keemasan itu jelas terpancar
di balik raut kesamaran.

     kubiarkan tubuh ramping sang tinta
meliuk-lintuk mengiramakan tarian
mencorak kehidupan
di atas dataran
selembar putih.

     dataran yang selama ini tandus
kubanjirkan dengan titisan
yang memancarkan kilauan makna
menerusi satu saluran yang sama.

     kita masih dapat berinteraksi
bila sang tinta ini kembali menari
kita jadikan tinta sebagai jalan tengah
penghubung jalan ke timur
sebagai jambatan ke barat
melukis awan ke utara.

     andainya tinta ini ingin mencoret lagi
biarkanlah ia terus menari
kerana tinta ini bisa buat kita
kenal tuannya
faham isi hati pemiliknya
mengerti sifat majikannya
menghayati luahan rasa
dan ilham pujangga.

     lembaran putih ini tercoret sudah
kusarungkan kembali pedang tinta
yang telah kukikiskan kekaratan pada tubuhnya
dengan langkah seorang kesatria
kusimpan kembali tinta ini
di dalaam laci seorang
penulis.

Hasil nukilan: Armada RS: Taman Mak Mandin

SENYUM SELALU...